Kamis, 16 Januari 2020

Aya

Dahhh....
Saya melambaikan tangan dan tersenyum kepada suamiku yang berangkat kerja. Hingga dia dan motornya menghilang di belokan gang di ujung jalan, saya masih terdiam menatapnya. Suara burung peliharaan tetangga depan rumah yang kemudian menyadarkanku. Sayapun menutup pagar dan menguncinya.

Saya membereskan makanan bekas sarapan kami, kemudian dilanjutkan dengan membereskan tempat tidur. Dari tempat tidur, saya membereskan ruang kerja suami. Saya sedikit kesal melihat kertas yang berserakan, entah berapa kali saya mengingatkan suami untuk membuang kertas yang sudah tidak digunakan.

Setelah ruang kerja rapi, saya  merendam pakaian kotor, kemudian menyapu lantai. Setelah menyapu, saya mencuci dan menjemur pakaian. Setelah istirahat sejenak, saya makan siang kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk makan malam nanti.

Begitulah rutinitas saya setiap hari, sambil menunggu suami pulang kerja. Sesekali membuka sosial media dan melihat kabar teman-teman semasa kuliah. Sesekali juga menchat suami yang sedang di kantor dan mengingatkannya agar jangan melewatkan makan siang.

Setiap sore, suara motor suami adalah hal terindah yang saya dengar, lebih indah dari suara penyanyi kesukaan saya di tv. Keberadaannya bagai suara titisan air di dalam goa yang sunyi, begitu menyenangkan dan menyegarkan.

Hari itu dia terlihat lelah, sayapun tersenyum padanya, berharap bisa mengurangi rasa lelahnya. Saya membiarkannya duduk dan beristirahat dulu sementara saya melanjutkan pekerjaan memasak di dapur.

Setelah selesai masak saya mendatanginya, dia masih di tempat duduk yang tadi.
"Ayo makan", kataku.
"Nanti dulu, masih capek", katanya sambil bermain hp.
Saya kemudian mengingatkannya tentang kertas di ruang kerja yang berserakan dan memintanya untuk tidak mengulang hal yang sama.
"Oke", jawabnya singkat.
Saya tidak yakin mendengar jawabannya, dan mengingatkannya lagi.
"Iyaaa", jawabnya sambil meninggalkan tempat duduk dan ke kamar untuk berganti pakaian.
"Habis ganti baju, ayo kita makan", kataku.
"Kamu duluan saja, saya masih kenyang", jawabnya.

Sedikit kecewa, sayapun akhirnya makan malam sendiri. Setelah makan dan mencuci piring, saya ke kamar, berharap bisa mengobrol sedikit dengannya. Tapi saya tidak menemukannya. Saya melihat ruang tamu, tapi dia juga tak ada di sana, akhirnya saya menemukannya di kamar tamu, sedang berbaring, asyik bermain hp.

Entah mengapa hari itu saya sedikit sensitif, sayapun marah dan mengeluh bahwa membereskan satu tempat tidur saja sudah cukup melelahkan, apalagi dua. Saya berharap dia hanya berbaring di kamar utama saja. Dia memandangku dengan pandangan heran, tapi kemudian bangkit dan menuju kamar utama. Saya tidak menyukai ekspresinya, saya tidak menyukai apa yang saya rasakan saat ini.
"Bukankah dia yang salah?, Mengapa saya yang sedih dan merasa bersalah?".

Saya kemudian membereskan tempat tidur dan menyusulnya ke kamar. Saya kembali menyuruhnya makan, dia menolak lagi.
"Kamu kenapa sih? Saya sudah bilang saya masih kenyang, saya capek bekerja, bisakah kamu sedikit menghargai suamimu?".
Saya diam mendengar amarahnya. Saya keluar dari kamar dan duduk di ruang tengah. Tanpa sadar air mata saya menetes.
"Saya juga capek", ucapku lirih. Sayapun menghapus air mata dan membereskan makanan di meja makan. Saya membuka laci tempat saya menyimpan uang belanja. Saya melihat lembaran uang sepuluh ribuan  sisa belanja sayur kemarin. Saya memandanginya lama, saaaaangat lama, dan akhirnya saya tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon berkomentar dengan bahasa yang sopan karena bahasa Anda mencerminkan kepribadian Anda. Terima kasih :)