Sabtu, 19 Mei 2018

Nina

Namaku Nina, Karenina Hayat.

Pagi ini seperti hari biasanya, bangun dari tempat tidur dan melipat selimut. Satu persatu debu di kamar kubersihkan dengan tissue. Aku benci dengan pribadiku yang terlalu ingin sempurna, tapi bagaimanapun aku tidak bisa tenang jika semua tidak sempurna. Seperti tissue yang dibuang oleh Rani di depan kamar mandi, aku sedang belajar untuk mengabaikannya, tapi aku tak sanggup. Sekali lagi aku kalah, bahkan aku memilih tersenyum ketika berhadapan dengannya, bukannya malah mengingatkannya agar memungut tissue yang dibuangnya.

Ponselku sudah menunjukkan pukul 07.00, seharusnya aku sudah berangkat jika tidak ingin terlambat kuliah pukul 07.30. Tapi badanku terasa begitu letih meskipun suhu badanku normal dan tidak ada sakit apapun yang kurasakan, tapi mengapa? hatikukah yang sakit? atau pikiranku?

Aku memilih berbaring dan mengirim pesan kepada sekretaris kelas bahwa aku sedang sakit sehingga izin tidak ke kampus. Aku bertanya-tanya dalam hati, mengapa aku harus izin, toh tetap saja terhitung tidak hadir, aku tidak akan bisa ujian jika kehadiranku di bawah 75% meskipun dengan alasan sakit. Mungkin yang membuat peraturan tidak pernah sakit dan selalu bahagia, mungkin dia bukan manusia ataukah dia sepertiku yang selalu ingin sempurna dan menginginkan orang lain sempurna?. Aku menutup mataku dan menikmati hidup di dunia mimpi yang sesuai keinginanku.

Suara langkah kaki anak ibu kos di tangga membangunkanku. Ahh...begitu berisik. Kupandangi layar handphoneku, pukul 13.00. Perutku terasa lapar, tapi aku tidak ingin kemanapun, akhirnya aku hanya minum segelas air. Kuambil kembali handphone, tak ada pesan yang masuk, kucek grup kelas, sunyi. Aku kembali tidur, badanku masih terasa lelah.

Suara dering handphone membangunkanku. Ibu... Aku sedang tidak ingin berbicara dengannya. Aku bosan setiap hari berbicara dengannya, aku bosan mendengar dia bertanya apa kegiatanku hari ini. Haruskah aku melakukan kegiatan setiap hari? tidak bisakah aku tidur seharian dan tidak melakukan apapun. Tidak bisakah aku tidak bertemu orang lain sehari saja. Aku hanya ingin sendiri, aku bahagia dengan kesendirianku. Aku memilih mengabaikan telponnya, tapi handphone terus berdering, rasanya ingin aku membantingnya, kemudian kupilih untuk menonaktifkannya. Aku tidak punya cukup banyak uang untuk membeli handphone yang baru, dan aku membutuhkannya jika aku sedang bosan dengan dunia mimpi.

Aku memilih bangun dan kemudian mandi. Kubersihkan kembali kamarku. Tuhan, aku begitu bosan dengan rutinitas ini. Aku memilih tidur kembali. Tidurku terasa nyaman setelah mandi.

Aku kembali terbangun, kunyalakan handphoku. Pukul 00.30 dan tidak ada pesan yang masuk. Kupandangi diriku di cermin. Kubertanya pada bayanganku di cermin, untuk apa kamu hidup? dan bayangan itupun menangis. Aku memilih tidur kembali, menuju alam mimpi dimana tidak ada seorangpun yang mengangguku.

Handphoneku akhirnya berbunyi, banyak pesan yang masuk begitupun grup kelasku yang tiba-tiba menjadi ramai, chat terus menerus masuk tiada henti, membicarakan mahasiwa K dari universitas X yang ditemukan meninggal di kamar kosnya karena malnutrisi. Aku turut berduka untuk keluarganya, tapi aku tidak menangis untuknya, aku tersenyum karena aku tau dia akhirnya bisa memilih jalan yang ingin dia lalui.

2 komentar:

Mohon berkomentar dengan bahasa yang sopan karena bahasa Anda mencerminkan kepribadian Anda. Terima kasih :)